
Saya teringat dengan teman saya Ninis, teman saya pecinta
alam ini dengan bangga memamerkan bunga edelweis yang diberikan oleh pacarnya.
Katanya, Edelwis merupakan perlambang cinta yang penuh ketulusan mengingat
tekstur yang halus dan lembut dengan warnanya yang putih (walau ini sebenarnya
tergantung kepada habitat di mana ia tumbuh yang menyebabkan warnanya agak kekuning-kuningan, keabu-abuan ataupun
kebiru-biruan).
Edelweis juga melambangkan pengorbanan. Karena kata Ninis,
bunga ini hanya tumbuh di puncak-puncak atau lereng-lereng gunung yang tinggi
sehingga untuk mendapatkannya membutuhkan perjuangan yang amat berat. Ditambah
lagi dengan adanya larangan membawa pulang bunga ini, pemetik harus main petak
umpet dengan petugas Jagawana. Dan jika kedapatan memetik bunga ini bisa-bisa
seperti teman saya yang terpaksa harus berendam di Ranu Kumbolo malam-malam
ketika ketahuan mengambil bunga ini di Gunung Semeru.
Yang paling dasyat menurut ninis, meskipun dipetik bunga ini
tidak akan berubah bentuk dan warnanya, selama disimpan di tempat yang kering
dengan suhu ruangan. Karenanya, lanjut Ninis dengan antusias, edelweis adalah
bunga keabadian. Bunga yang membuat cinta akan tetap abadi , menurut mitosnya
Saya hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil berlalu tanpa
sepatah katapun. Sikap ninis tak berbeda dengan para (oknum) pecinta alam dan
pendaki gunung yang merasa bangga jika bisa membawa edelweis pulang sebagai
bukti bahwa ia telah menaklukkan sebuah gunung. Keserakahan dan mitos ini telah
membuat edelweis sebagai bunga langka bahkan terancam kepunahan. Sebuah studi
yang dilakukan oleh Hakim Luqman dalam Kasodo, Tourism, and Local People
Perspectives for Tengger Highland Conservation, menyimpulkan bahwa tanaman ini
telah punah dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Jika tumbuhan ini cabang-cabangnya dibiarkan tumbuh cukup
kokoh, edelweis dapat menjadi tempat bersarang bagi burung tiung batu licik
Myophonus glaucinus. Bagian-bagian edelweis sering dipetik dan dibawa turun
dari gunung untuk alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekedar
kenang-kenangan oleh para pendaki. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988,
terdapat 636 batang yang tercatat telah diambil dari Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, yang merupakan salah satu tempat perlindungan terakhir tumbuhan ini.
Dalam batas tertentu dan sepanjang hanya potongan-potongan kecil yang dipetik,
tekanan ini dapat ditoleransi. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tumbuhan
ini dinyatakan punah.
Sayangnya keserakahan serta harapan-harapan yang salah telah
mengorbankan banyak populasi, terutama populasi yang terletak di jalan-jalan
setapak. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa edelweis dapat
diperbanyak dengan mudah melalui pemotongan cabang-cabangnya. Oleh karena itu
potongan-potongan itu mungkin dapat dijual kepada pengunjung untuk mengurangi
tekanan terhadap populasi liar.
salah satu tempat terbaik untuk melihat edelweis adalah di
Tegal Alun (Gunung Papandayan), Alun-Alun Surya Kencana (Gunung Gede),
Alun-Alun Mandalawangi (Gunung Pangrango), dan Plawangan Sembalun (Gunung
Rinjani).
So, bagi yang sealiran dengan Ninis sebagai pecinta alam ,
silahkan datang ke sana. Petiklah sepuasnya, bawa pulang semua dan biarkan
bunga abadi ini musnah abadi untuk selamanya ! hahaha ..
Semoga bermanfaat yach sahabat blogger ..bunga lambang keabadian cinta
Follow us : @inaLanina